Sejarah 2002
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kurang lebih 50% warga AS masih yakin bahwa mereka dapat tertular HIV melalui kegiatan sehari-hari, dan kebanyakan mendukung tes wajib untuk kelompok berisiko infeksi HIV yang paling tinggi.
Direksi Global Fund to fight AIDS, Malaria and TB (GF-ATM) memilih Richard Feacham sebagai pimpinan pertama. Pada ronde pertama, GF-ATM menerima permohonan dari lebih dari enam kali jumlah dana yang diprediksi. Selama 2002, Global Fund mengumumkan ronde pertama pembiayaan sebesar 600 juta dolar AS selama jangka waktu dua tahun; 1 juta dolar pertama dikeluarkan pada Desember.
Permohonan Indonesia untuk dana dari Global Fund Ronde 1 disetujui, dengan dana hampir 16 juta dolar untuk HIV. Fase 1 program, dengan dana hampir 7 juta dolar, mulai diterapkan pada Juli 2003.
WHO menerbitkan pedoman mengenai pemberian obat antiretroviral (ARV) untuk mengobati infeksi HIV di negara terbatas sumber daya. WHO juga menambah 12 jenis ARV pada Daftar Model Obat Esensial.
Pada April, pemerintah Afrika Selatan berjanji akan mulai pemberian nevirapine pada perempuan HIV-positif yang hamil dan bayinya untuk mengurangi risiko penularan HIV pada bayi. Juga disediakan AZT sebagai profilaksis pascapajanan (PPP) untuk perempuan yang diperkosa.
Sebuah laporan menunjukkan bahwa Papua New Guinea (PNG) menghadapi epidemi HIV, yang dapat menghabiskan 13-38% angkatan kerja pada 2020. Diperkirakan PNG mempunyai 10.000-15.000 orang terinfeksi HIV. Sebagai pembanding, Australia dengan populasi hampir lima kali lipat PNG mempunyai di bawah 12.000 orang orang HIV-positif. Ada ketakutan bahwa HIV dapat menyebar sangat cepat karena 90% infeksi disebabkan oleh hubungan heteroseks.
Sebuah penelitian besar Spanyol menemukan bahwa lebih dari 19.000 peristiwa hubungan seks oral tanpa kondom tidak mengakibatkan satu pun infeksi HIV di antara 135 pasangan heteroseksual dari seorang Odha.
Suzana Murni, pendiri Spiritia, meninggal dunia pas sebelum pembukaan Konferensi AIDS Sedunia ke-14 di Barcelona, Spanyol pada Juli. Konferensi ini didominasi oleh masalah terkait pengobatan untuk HIV di negara terbatas sumber daya. Penghargaan yang diberikan pada Spiritia oleh Family Health International (FHI) diterima oleh Siradj Okta, adik Suzana.
Indonesia menunjukkan betapa mendadak epidemi HIV dapat muncul. Setelah lebih dari sepuluh tahun prevalensi HIV yang rendah, angka meloncat di antara pengguna narkoba suntikan dan pekerja seks, dengan sampai 40% orang di tempat pemulihan narkoba di Jakarta diketahui HIV-positif.
Para peneliti Swiss melaporkan kasus pertama yang terdokumentasi seorang laki-laki HIV-positif yang terinfeksi ulang dengan tipe HIV yang lain melalui hubungan seks tanpa kondom, lebih dari dua tahun setelah dia terinfeksi pada awal.
Pada Oktober dibentuk Gerakan Nasional Meningkatkan Akses Terapi HIV/AIDS (GN-MATHA), diketuai oleh Dr. Samsuridjal Djauzi, dengan tujuan agar 10.000 Odha di Indonesia mendapatkan ART pada 2005.
Sebuah International Roundtable: Increasing Access to HIV Treatment in Resource Poor Settings dilakukan di Canberra, Australia pada September. Di antara 85 peserta, dari 18 negara, ada lima dari Indonesia.
Sebuah penelitian kontroversial memberi kesan bahwa lebih banyak orang di Afrika mungkin terinfeksi HIV melalui tindakan medis daripada diperkirakan pada awal.
Di AS, FDA menyetujui tes cepat (rapid test) HIV pertama. Diharapkan tes ini, yang dapat memberi hasil dalam 20 menit, akan menghadapi masalah bahwa banyak orang tidak hadir kembali untuk mengambil hasil tes. Selain itu, diperkirakan tes ini berguna untuk mendiagnosis ibu HIV-positif saat melahirkan.
Pada Desember, USAID mengumumkan lembaga tersebut akan mengikuti pendekatan baru dalam pencegahan HIV melalui hubungan seks di seluruh dunia, yang akan dikenal sebagai “ABC” (Abstinence, Be faithful, and Condom use). USAID mengatakan pendekatan ini berdasarkan strategi dari Uganda, yang dianggap mengurangi prevalensi HIV di negara itu.
Sekretaris-Jenderal PBB, Kofi Annan, memakai Hari AIDS Sedunia sebagai panggung untuk berbicara melawan stigma dan diskriminasi. Beliau mengatakan, ‘dampak stigma dapat sama buruknya dengan virus sendiri,’ dan mendesak masyarakat untuk mengganti ‘ketakutan dengan harapan, bungkam dengan solidaritas.’ Dia menambahkan, ‘ketakutan akan stigma mengarah ke bungkam, dan, berhbungan dengan melawan AIDS, bungkam adalah kematian.’
Tema Hari AIDS Sedunia 2002 ditetapkan oleh BKKBN sebagai ‘Tetap Hidup dengan Tegar’. Tema internasional adalah ‘Live and Let Live’.
Dirjen Farmasi Depkes memasukkan AZT, 3TC dan nevirapine dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk semua rumah sakit tipe A dan tipe B se-Indonesia.
Sejarah 2003
Diperkirakan hampir 40% orang dewasa di Swaziland terinfeksi HIV, dianggap prevalensi yang paling tinggi di dunia.
Presiden AS, George Bush menyatakan rencananya untuk menyediakan 15 miliar dolar AS untuk melawan AIDS di Afrika dan Karibia selama lima tahun mendatang.
Pertemuan Nasional Odha ke-3 dilakukan oleh Spiritia di Cikopo, Puncak pada Februari, dihadiri oleh 50 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Peserta menyetujui dikeluarkannya “Pernyataan Cikopo” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu.
Pada Maret, Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa pemerintah akan memberi subsidi ARV generik sebesar Rp 200.000 per bulan untuk setiap Odha yang membutuhkannya. Beberapa provinsi memutuskan untuk menyediakan ARV secara gratis untuk sejumlah Odha di provinsinya.
Sebuah panel ahli menyatakan bahwa perilaku seksual berisiko bertanggung jawab untuk mayoritas infeksi HIV di Afrika sub-Sahara. Pernyataan ini adalah jawaban pada anggapan yang diumumkan pada 2002 yang menyalahkan tindakan medis yang tidak aman pada sejumlah infeksi yang cukup bermakna.
Vaxgen mengumumkan bahwa vaksin AIDS-nya tidak berhasil mengurangi angka infeksi HIV secara keseluruhan di antara mereka yang divaksinasi. Pada November, sebuah uji coba klinis di Thailand terhadap vaksin AIDS juga gagal.
Pada Juli, penyediaan ART untuk 100 Odha di Indonesia yang didanai oleh Global Fund mulai direncanakan.
Fuzeon (T-20 atau enfuvirtide), ARV pertama dari golongan entry inhibitor, disetujui di AS. ARV ini, yang dirancang untuk menghambat masuknya HIV pada sel manusia, harus disuntik dua kali sehari. Tetapi ARV ini memberi harapan pada Odha dengan virus yang sudah resistan terhadap ARV lain.
Program Global Fund Ronde I Fase 1 untuk HIV dimulai di Indonesia pada Juli. Program ini diutamakan untuk memberi ARV pada 100 Odha di lima provinsi.
Dr. Lee Jong-wook dari Korea Selatan menjadi Direktur-Jenderal WHO. Dr. Lee menyatakan HIV sebagai prioritas tertingginya pada pidato pertama. Namun muncul keprihatinan mengenai kesinambungan Global Fund, karena dana yang disediakan jauh di bawah harapan.
CDC AS meluncurkan prakarsa baru disebut Advancing HIV Prevention (AHP), yang membidik pada Odha agar memotong rantai penularan.
Pada Agustus 2003, Kimia Farma meluncurkan produk ARV-nya. Pada awal disediakan AZT (Reviral), 3TC (Hiviral), gabungan AZT+3TC (Duviral), serta nevirapine (Neviral). Namun rencana awal untuk membuat gabungan AZT+3TC+nevirapine dengan nama Triviral tidak berhasil. Harga untuk Duviral dan Neviral ditetapkan sebagai Rp 345.000.
WHO menyatakan ketidaksediaan terapi pada hampir enam juta Odha di negara berkembanga sebagai masalah darurat global kesehatan masyarakat. Hanya kurang lebih 300.000 orang di negara berkembang menerima ARV, dan di Afrika sub-Sahara, dengan 4,1 juta orang terinfeksi HIV, sedikit lebih dari 1% atau hanya 50.000 orang memperoleh ART.
Jogjakarta Round Table Meeting, yang dihadiri oleh peserta dari 16 negara dengan tujuan mengevaluasi pelaksanaan akses ART, diselenggarakan pada September. Pertemuan ini adalah lanjutan dari pertemuan serupa yang dilakukan di Canberra pada 2002.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) meluncurkan Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2003-2007.
Menyambut Hari AIDS Sedunia, Presiden Republik Indonesia Megawati bertemu dengan beberapa Odha di istana negara.
WHO meluncurkan program “3 by 5” agar tiga juta Odha di negara berkembang dapat akses ART pada 2005.
Tema Hari AIDS Sedunia 2003 ditetapkan oleh Departemen Sosial sebagai ‘Stigma dan Diskriminasi’.
Pada akhir 2003, diperkirakan 1.100 Odha memakai ART di Indonesia.
UNAIDS memperkirakan ada 37,8 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir 2003, dan hampir 8.000 orang meninggal karena AIDS setiap hari. Jumlah anak yatim piatu akibat AIDS meningkat menjadi 15 juta, 12,1 juta di antaranya di Afrika sub-Sahara.
Sejarah 2004
Pada 19 Januari, wakil dari pemerintah enam provinsi yang dianggap paling rentan terhadap HIV (Papua, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, DKI Jakarta, dan Riau), pada pertemuan di Papua dengan Ketua KPA Jusuf Kalla dan wakil dari enam departemen serta Ketua Komisi VII DPR-RI, Dr. Sanusi Tambunan, menyatakan Komitmen Sentani. Di antara tujuh pasal dalam komitmen tersebut, para peserta berjanji akan “Mengupayakan pengobatan HIV/AIDS termasuk penggunaan ARV kepada minimun 5.000 Odha pada tahun 2004.”
Pertemuan Nasional Odha ke-4 dilakukan oleh Spiritia di Tretes, Jawa Timur pada Februari, dihadiri oleh 60 Odha dan Ohidha dari seluruh Indonesia. Peserta menyetujui dikeluarkannya “Pernyataan Tretes” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu.
Presiden Malawi Bakili Muluzi mengumumkan pada Februari bahwa adiknya meninggal karena AIDS. Pengumuman ini bermaksud untuk menyoroti masalah stigma dan diskriminasi terkait HIV.
Departemen Kesehatan menetapkan 25 rumah sakit di 15 provinsi sebagai Rumah Sakit Rujukan AIDS, tahap pertama. Sedikitnya dua dokter, satu perawat dan satu konselor dari masing-masing rumah sakit diberi pelatihan khusus.
Di bagian Rusia dan Eropa Timur, HIV menyebar lebih cepat daripada di daerah lain di dunia. Sebuah survei oleh UNAIDS memperkirakan hampir 1% warga Rusia adalah HIV-positif.
Pada Maret, FDA AS menyetujui tes HIV pertama yang memakai cairan mulut (bukan air ludah).
Sebuah penelitian menemukan bahwa prevalensi HIV di Uganda dikurangi 70% sejak awal 1990-an. Diperkirakan penurunan ini disebabkan oleh orang mengurangi jumlah pasangan seksnya serta upaya pencegahan di komunitas lokal.
Prakarsa Presiden Bush agar menyediakan 15 miliar dolar untuk melawan pandemi AIDS global, sekarang dikenal sebagai PEPFAR (President’s Emergency Plan For AIDS Relief) diterapkan secara penuh pada Juni. PEPFAR membidik 15 negara, semuanya di Afrika selain Guyana, Haiti dan Vietnam, dengan tujuan untuk memberi pengobatan AIDS pada 200.000 orang pada Juni 2005.
Spiritia meluncurkan prakarsa penceghan untuk Odha yang disebut “HIV Stop di Sini”, yang dimaksudkan membantu memutuskan rantai penularan.
Treatment Action Campaign, sebuah organisasi masyarakat di Afrika Selatan, beserta ketuanya, Zackie Achmat, dinominasikan untuk Hadiah Nobel Kedamaian 2004, tetapi akhirnya tidak terpilih.
WHO mengumumkan bahwa, pada akhir Juni ada 440.000 orang di negara berkembang yang menerima ART, peningkatan yang cukup bermakna bila dibandingkan dengan hanya 40.000 pada akhir 2003.
Yayasan Spiritia melakukan pelatihan Pendidik Pengobatan pertama di Jakarta, dengan melibatkan 45 peserta dari kelompok dukungan sebaya dan komunitas di seluruh Indonesia.
Setelah upaya advokasi yang melibatkan kelompok dukungan sebaya dari seluruh Indonesia, Depkes mengubah kebijakan untuk menyediakan ART dengan subsidi penuh pada 4.000 Odha.
Dilakukan Pertemuan Nasional KDS ke-2 di Sanur Bali pada November, dihadiri oleh wakil dari 33 kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk Odha/Ohidha dari 24 kota dan 20 provinsi. Peserta menyetujui dikeluarkan “Pernyataan Bali” sebagai suatu hasil dari pertemuan itu.
Tema Hari AIDS Sedunia 2004 ditetapkan oleh Departemen Pemberdayaan Perempuan sebagai ‘Perempuan, Remaja Perempuan, HIV dan AIDS’, dengan slogan “Sudahkah Kau Dengar Aku Hari Ini?” Tema internasional adalah ‘Women, Girls, HIV and AIDS’, dengan slogan “Have You Heard Me Today?”.
Sejarah 2005
Pada awal 2005, WHO menyatakan bahwa 700.000 orang di negara berkembang menerima ART pada akhir 2004.
Nelson Mandela mengumumkan bahwa anak sulungnya, Makgatho meninggal karena AIDS pada usia 54 tahun.
Sebuah survei di klinik pralahir di Afrika Selatan menunjukkan bahwa 29,5% ibu hamil adalah HIV-positif pada akhir 2004.
Setelah mengevaluasi kinerja penerapan Fase 1 programnya Ronde I di Indonesia, Global Fund memutuskan untuk memotong dana untuk Fase 2 (Juli 2005-Juni 2007) dari 9 juta dolar AS menjadi 900.000 dolar.
Angka yang diumumkan oleh WHO pada Juni menunjukkan bahwa penjangkauan ART jauh di bawah tujuan – hanya 970.000 orang (15% dari yang membutuhkannya) menerima ART dibandingkan dengan target 1,6 juta. WHO mengaku kemungkinan besar tujuan untuk menyediakan ART pada tiga juta orang pada akhir 2005 tidak akan tercapai.
Global Fund membekukan dana yang disediakan untuk Uganda pada Agustus setelah dicurigai ada masalah korupsi dalam kementerian kesehatan. Dana dicairkan lagi pada November, setelah ada kesepakatan dengan kementerian mengenai manajemen dana yang lebih baik.
Global Fund mengumumkan program AIDS globalnya melampaui target untuk 2005.
Masa paten AZT (ARV pertama) selesai pada September di AS. Empat versi AZT generik langsung disetujui oleh FDA AS.
Spiritia melaksanakan Kongres Nasional Odha pertama di Lembang, Jawa Barat, pada September, dihadiri oleh 120 peserta Odha dan Ohidha. Peserta mengeluarkan “Pernyataan Lembang” seusai pertemuan.
Pada akhir tahun, semakin jelas prakarsa “3 by 5” WHO akan gagal mencapai target. Dr. Kim Yong Kim, pemimpin program HIV WHO mengaku begitu dan minta maaf. Namun Dr. Kim menyatakan bahwa prakarsa tidak boleh dianggap gagal. Diperkirakan akses pada ART sudah menyelematakan 250.000-350.000 jiwa pada 2005.
Sumber: AIDS & HIV history: 2003-2006 dari AVERT dan beberapa sumber lain