Penasun adalah pengguna napza suntik yang dikarenakan ketergantungan atau adiksinya akan napza sangat sulit untuk bisa berhenti. Adiksi atau ketergantungan dapat dikatakan chronic relapsing disease atau suatu penyakit yang selalu dapat relaps atau berulang. Sehingga seorang penasun tidak pernah dapat dikatakan sebagai “mantan penasun” tetapi pulih, karena sewaktu-waktu dapat kembali menggunakan napza. Adiksi ini juga dikatakan brain disease, yang menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan otak sehingga sangat sulit untuk sembuh. Untuk bisa berhenti yang diperlukan waktu cukup lama dalam terapinya. Yang menyedihkan adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai penasun atau bahkan ketergantungan ini, sehingga cap yang melekat pada penasun adalah anti sosial, kriminalitas sehingga meresahkan masyarakat, pemalas, dsb.
Bila saja masyarakat mengerti mengenai ketergantungan ini, dimana bila penasun membutuhkan narkoba dan tidak dipenuhi pada waktunya maka akan timbul craving atau bahasa junkienya sakaw. Seorang penasun akan selalu berusaha menghindari terjadinya sakaw, karena akan timbul sakit yang luar biasa. Sehingga penasun berusaha untuk menutupi rasa sakaw itu dengan memenuhi kebutuhan napzanya sesuai dengan dosis toleransinya yang semakin lama semakin meningkat. Pemenuhan tersebut dilakukan dengan berbagai cara yaitu melakukan tindak kriminalitas yang dimulai dari keluarga, tetangga bahkan ke masyarakat dengan cara paksa ataupun tidak. Bahkan di kalangan penasun perempuan melakukannya dengan cara tukar body.
Oleh karena pengaruh negatif dari napza sangat besar efeknya yaitu hubungan sosial yang tidak baik, faktor ekonomi yang bisa disebabkan karena tidak ada pekerjaan, uang habis untuk beli napza, dll, kesehatan yang dapat tertularnya HIV, Hep C dan infeksi lainnya. Oleh karena strategi dalam memerangi narkoba yaitu supply reduction: pengurangan suplai narkoba dan demand reduction: pengurangan permintaan kurang keberhasilannya dalam memutus mata rantai penularan HIV dan penularan lain melalui darah, maka dibuatlah strategi yang lain yaitu: Harm Reduction (HR) atau pengurangan dampak buruk.
Strategi utama dalam program pengurangan dampak buruk untuk mencapai adanya perubahan ke perilaku yang lebih baik atau konsepnya adalah pencegahan atau pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan yang berhubungan dengan tingkah laku. Tahap dari strategi perubahan perilaku untuk program Harm Reduction adalah:
Pertama, Berhenti pakai: Hal ini bisa dilakukan dengan cara ikut program rehabilitasi (sosial) di panti rehab khusus Narkoba atau pondok pesantren. Tetapi sampai sekarang di Indonesia belum pernah ada penelitian berapa banyak keberhasilan dari rehabilitasi ini.
Tahap kedua bila sulit untuk berhenti pakai, jangan menggunakan narkoba dengan jarum suntik. Hal ini bisa disiasati dengan menggunakan napza yang dihirup, dihisap atau ditelan seperti Subutek/Subokson dan methadone.
Tahap ketiga: Bila terpaksa pakai jarum suntik, pakailan jarum suntik sendiri atau jangan bergantian, hal ini dapat mengikuti program LJASS (Layanan Jarum dan Alat suntik steril) di puskesmas atau mengambil di Drop in centre LSM.
Sedangkan tahap keempat adalah kalau terpaksa menggunakan jarum bergantian/bekas, upayakan untuk disterilisasi dengan menggunakan pemutih atau lebih dikenal dengan istilah“Bleaching”.
Program pengurangan Dampak Buruk atau yang lebih dikenal adalah program Harm Reduction atau HR di kalangan aktivis peduli HIV dan AIDS. Program HR ini adalah program yang dikhususkan untuk mencegah penularan di kalangan pengguna napza suntik (penasun).
Program Harm Reduction (HR)
Adalah suatu strategi praktis yang bertujuan untuk mengurangi konsekuensi negatif dari penggunaan napza, termasuk didalamnya suatu spektrum strategi dari penggunaan yang lebih aman, menuju penggunaan yang diatur, hingga abstinensia
Depkes RI (1996) telah menetapkan 12 Langkah Kegiatan HR yang terdiri dari:
1. Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach)
2. Informasi, Komunikasi, dan Edukasi (KIE)
3. Konseling Perubahan perilaku
4. Pendidikan Sebaya
5. Program Penyucihamaan
6. Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril
7. Pemusnahan peralatan jarum suntik bekas
8. Pelayanan Terapi Pemulihan Ketergantungan Napza
9. Program Terapi Rumatan Metadon
10. Voluntary Counseling and HIV Testing (VCT)
11. Layanan Pengobatan, Perawatan dan Dukungan HIV/AIDS
12. Layanan Kesehatan Dasar
Secara komprehensif, kegiatan HR tersebut dijalankan dalam 4 cara:
1. Layanan Jarum Alat Suntik Steril (LJASS): menjangkau dan memberdayakan penasun dan masyarakat, meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap peralatan suntik steril dan materi pencegahan lainnya turut disediakan (kondom, swab, informasi, dan lainnya), rujukan, dan lain-lain.
2. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM): efeknya dapat bertahan hingga 36 jam, hanya butuh sekali sehari untuk mengurangi resiko penularan HIV/AIDS melalui jaru suntik. Dengan cara ini diharapkan kriminalitas dan masalah sosial lainnya menurun dan kondisi kesehatan klien terpantau (dari setting jalanan ke setting medis).
3. Test HIV, perawatan, pengobatan dan dukungan bagi yang HIV positif (CST), ARV bagi semua Penasun termasuk yang masih aktif.
4. Pelayanan pemulihan ketergantungan napza: detoksifikasi/putus zat opiat, penatalaksanaan overdosis, dan konseling adiksi.
Langkah-langkah Strategis Harm Reduction (HR)
1. Melakukan sosialisasi layanan pengurangan dampak buruk penasun kepada kepolisian, pemda, kesehatan, aparat penegak hukum lainnya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain-lain yang penting dan berkaitan dengan layanan.
2. Gubernur/Bupati/Walikota selaku Ketua KPA Provinsi/Kabupaten/Kota menetapkan tempat layanan komprehensif HR dalam satu atap atau terpisah-pisah sesuai standar, pedoman, dan petunjuk operasional yang telah ditetapkan oleh Depkes dan KPA.
3. Mendukung pembentukan kelompok Pengguna Napza sebagai wadah advokasi dan pemberdayaan kelompok yang terdampak penggunaan Napza dan HIV.
4. Mendukung kelompok Pengguna yang sudah terbentuk dan melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembuatan keputusan yang akan berdampak terhadap kehidupan sehari2 mereka termasuk rancangan kebijakan.
PRINSIP PROGRAM HARM REDUCTION
Prinsip 1
bertujuan pragmatis dan jangka pendek
- Upaya untuk mencegah penularan HIV pada penasun perlu dilakukan dengan secepat mungkin
- Melindungi dari HIV perlu dilakukan pertama kali atau upaya jangka yang lebih panjang (pemulihan dan abstinensia) tidak berarti
- Perlu dilakukan secara ekstensif jika prevalensi pada penasun sudah lebih dari 5 %
Prinsip 2
hirarki risiko untuk menghindari HIV
- Berhenti atau tidak menggunakan napza
- Jika harus menggunakan napza, gunakan tidak dengan cara menyuntik
- Jika harus menyuntik, gunakan jarum suntik milik sendiri beserta perlengkapannya (air, sendok, filter)
- Jika harus menggunakan kembali jarum suntik yang sudah dipakai maka pastikan gunakan jarum suntik dan perlengkapan milik sendiri
- Jika harus menggunakan jarum suntik milik orang lain maka bersihkan terlebih dahulu dengan cara yang benar
Prinsip 3
menggunakan berbagai strategi
- Pemberian informasi kepada penasun tentang risiko-risiko menggunakan napza
- Mengembangkan program perawatan napza dan substitusi
- Program penjangkauan dan pendampingan kepada penasun sekaligus mengembangkan pendidikan sebaya
- Layanan penyediaan jarum suntik steril serta pembuangan jarum bekas
- VCT untuk HIV bagi penasun
- Perawatan, dukungan dan pengobatan bagi penasun yang HIV positif
- Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan dasar
- Mengurangi hambatan untuk menyuntik lebih aman dengan perubahan kebijakan atau undang-undang
- Memberikan perhatian kepada kelompok-kelompok spesifik seperti perempuan, warga binaan lapas/rutan, dan anak-anak.
Prinsip 4
melibatkan penasun dalam program
- Meningkatkan kredibilitas program di mata penasun
- Mendorong terbentuknya kelompok-kelompok pengguna napza sehingga memungkinkan teraspirasinya kebutuhan dan kepentingan mereka dalam program
- Memperluas cakupan program dengan mempromosikan advokasi pencegahan melalui kegiatan pendidikan sebaya
KEBIJAKAN
KOMITMEN POLITIS
- Strategi Nasional HIV/AIDS (2003-2007)
- Komitmen Sentani (2003) yang awalnya ditandatangani oleh 6 Propinsi dan akhirnya diperluas menjadi 14 Propinsi. Komitmen ini ditindaklanjuti dengan Komitmen beberapa Pemda Kab/kota di beberapa propinsi.
- Nota kesepakatan (Des 2003) antara BNN and KPA dalam upaya terpadu penanggulangan HIV/AIDS dan napza.
- Kertas Posisi BNN terhadap permasalahan HIV/AIDS pada kelompok pengguna narkoba suntik (2003)
- Pedoman pelaksanaan Nota Kesepakatan BNN dan KPA yang dirancang oleh Tim Nasional Upaya Tepadu Penanggulangan HIV/AIDS dan Napza (dalam proses)
- Pedoman Pelaksana Program Pengurangan Dampak Buruk Napza, Departemen Kesehatan (dalam proses)
- Instrumen Teknis adaptasi Panduan WHO dari Departemen Kesehatan (2004)
- Rapid Assessment and Response – IDU (RAR – IDU)
- Pengembangan Program dan Kebijakan
- Advokasi
- Pelatihan Penjangkauan dan Pendampingan Penasun
- Kelompok Kerja Nasional Lapas/Rutan, Dephukham 2003
- Strategi Nasional pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas dan Rutan (2005-2009)
- Pertemuan Nasional Harm Reduction (2005) – direkomendasikan untuk melaksanakan program harm reduction pada 14 propinsi