NOMOR 4 TAHUN 2010
TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejak awal abad ke 21
peningkatan jumlah kasus HIV&AIDS semakin mencemaskan. Pada akhir tahun
2003 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan bertambah 355 kasus sehingga berjumlah
1371 kasus, sementara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus.Pada akhir
tahun 2003 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus AIDS. Penularan di
sub-populasi penasun meningkat menjadi 26,26% . Peningkatan jumlah kasus AIDS
terus terjadi, pada akhir Desember 2004 berjumlah 2682 kasus, pada akhir
Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321 kasus dan pada akhir
September 2006 sudah menjadi 6871 kasus dan dilaporkan oleh 32 dari 33
provinsi.
Sementara estimasi
tahun 2006, jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000 – 216.000 orang.
Data hasil surveilans sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya
peningkatan prevalensi HIV positif pada sub-populasi berperilaku berisiko,
dikalangan penjaja seks (PS) tertinggi 22,8% dan di kalangan penasun 48% dan
pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebesar 68%. Peningkatan
prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar, sementara peningkatan
prevalensi di kalangan PS terjadi baik di kota maupun di kota kecil bahkan di
pedesaan terutama di provinsi Papua dan Irian Jaya Barat. Di kedua provinsi
terakhir ini epidemi sudah cenderung memasuki populasi umum (generalized
epidemic).
Distibusi umur
penderita AIDS pada tahun 2006 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia
muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai
54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi
89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%. Diperkirakan
pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal.
Para ahli epidemiologi
Indonesia dalam kajiannya tentang kecenderungan epidemi HIV dan AIDS
memproyeksikan bila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang bermakna,
maka pada tahun 2010 jumlah kasus AIDS menjadi 400.000 orang dengan kematian
100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian
350.000 orang. Penularan dari sub-populasi berperilaku berisiko kepada isteri
atau pasangannya akan terus berlanjut. Diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan
terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38,500 anak yang
dilahirkan dari ibu yang sudah terinfeksi HIV.
Bagaimana
dengan Jawa Timur?
Jawa Timur sebagai salah
satu propinsi yang sudah ditetapkan sebagai concentrated level epidemic dengan
tingkat prevalensi HIV ( angka kejadian ) lebih dari 5 %. Sejak tahun 1999
ditetapkan sebagai area siaga AIDS karena tingkat penyebarannya mencapai 3 %
dari populasi penduduk. Hasil
Estimasi tahun 2006 di Jawa Timur di
perkirakan ada 357.153 orang rawan
tertular HIV dengan penilaian kasus HIV ada 6.406 orang. Adapun estimasi jumlah
kelompok resiko adalah PSK ( 14.035 orang ), Pelanggan PSK (267.565 orang),
Waria ( 2.955 orang ), Gay ( 14.248 orang ), Pelanggan Waria (37.930 orang), Pengguna
NAPZA Suntik ( 14.060 orang ), dan
Narapidana ( 6.360 orang ). Estimasi tersebut belum merupakan data riil dari
jumlah kelompok resiko dan jumlah orang dengan HIV & AIDS, mengingat masih
banyak kelompok resiko yang belum terdata dan terjangkau oleh LSM.
Sedang di Kabupaten Pasuruan, sebagai salah satu Kabupaten besar di Jawa
Timur, dengan posisi geografis berbatasan dengan beberapa Kota/Kabupaten yang
tingkat penularan HIV-nya cukup tinggi. Estimasi
jumlah kelompok resiko di Kabupaten Pasuruan adalah Penasun 580 orang, Wanita
Pekerja Seks 850 orang, Pelanggan WPS, MSM, Waria 160 orang, Gay 6900
orang, Pasangan tetap penasun 250 orang,
Pasangan pelanggan 18.060 orang, warga binaan peasyarakatan 240 orang, populasi
resiko rendah 807.595 orang. Adapun jumlah kasus HIV &
AIDS di Kabupaten Pasuruan menurut data tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Pasuruan sejak tahun 1993 s/d Desember 2009 dilaporkan terdapat 385 kasus yaitu
175 kasus HIV dan 210 kasus AIDS dengan 71 angka kematian yang perlu kita cermati sudah ada 5 anak-anak
yang positif, ditambah 3 orang ibu yang positif sedang hamil. Sedang sebaran
kelompok perilaku seks beresiko ada di 8 kecamatan yang dominan terdapat pratek
perilaku seks beresiko dengan jumlah yang sudah bisa dijangkau ada 650 orang,
serta di tambah adanya 30 tempat perawatan tradisional yang berpotensi sebagai
transaksi seks tersebar di 8 kecamatan dengan jumlah pemijat 50 orang. Serta
sebaran Penasun ada di 7 kecamatan dengan jumlah yang sudah terjangkau 205
orang dari perkiraan ada 580 orang, waria ada di 4 kecamatan dengan jumlah yang
terjangkau 75 orang.
Kalau kita lihat data
di atas meningkatnya jumlah sub-populasi berperilaku berisiko terutama penasun
dan di karena kan masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Peraturan
Presiden No. 75 Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Respons harus
ditujukan untuk mengurangi semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan
kematian.
Semangat desentralisasi
dan otonomi pemerintahan, dimaksudkan
untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat termasuk dalam bidang
kesehatan. Dengan demikian memberikan kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk
merencanakan program yang dibutuhkan – termasuk pencegahan HIV dan AIDS – yang
didasarkan pada kebutuhan lokal dan mengalokasikan anggaran yang sesuai. Terkait
dengan itu, tidak ada lagi alasan dari pemerintah daerah untuk tidak memprioritaskan
upaya penanggulangan HIV & AIDS dalam salah satu prioritas pembangunan
kedepan. Namun sebagian besar pemerintah daerah belum menganggap masalah HIV
dan AIDS sebagai prioritas pembangunan mengingat epidemi HIV sangat
mempengaruhi kestabilan ekonomi dan sosial di daerah.
- Aspek Agama
Mempertimbangkan
Rekomendasi pertemuan para tokoh
agama sedunia pada “the 3th Moslem Leaders International of Consutation on HIV
& AIDS”. Bahwa penyebaran HIV & AIDS secara international sudah
kategori Addorul ‘Am atau bahaya global yang harus segera ditanggulangi
bersama-sama karena penularannya yang cepat dan belum ditemukan obatnya. Serta
yang tertular bukan hanya pezina (orang yang melakuka hubungan seksual di luar
pernikahan) dan pemakai narkoba (narkotika dan obat-obat yang berbahaya lainnya)
bahkan masyarakat secara umum sudah terbukti sudah ada yang tertular.
Syariat Islam datang di bawa
Rasulallah SAW. tujuannya:
1.
Hifdhuddin artinya memelihara kemurnian agama
2.
Hifdhul
Aql artinya memelihara
kesehatan akal
3.
Hifdhul
Jism artinya memelihara
kesehatan fisik
4.
Hifdhul
Nasl artinya memelihara nasab keturunan
5. Hifdhul Mal artinya
memelihara dan mempertahankan harta benda sendiri
Atas dasar itu semua perlu
adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentang masalah pencegahan, pengobatan
dan dukungan terhadap ODHA dan OHIDHA.
Dalil-dalil yang berkaitan
tersebut diatas:
1.
Firman
Allah SWT :
"…Dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri kedalam kebinasaan…" (Qs. Al- Baqarah [2]:195 )
“Janganlah mendekati zina.
Sesungguhnya zina itu perbuatan tercela dan suatu jalan (menuju banyak)
kejahatan (dan keburukan yang lain).” (Qs. Al-Isra : 325 )
"…Hai orang-orang yang beriman!
Sesunguhnya ( meminum ) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan
syetan. Maka, jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat ke
beruntungan "(Qs. Al- Ma'idah [5]: 90 ).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat” (Qs. An-Nisa : 58 ).
2. Hadist-hadist Nabi, antara lain :
" Janganlah Membuat mudarat pada diri
sendiri dan pada orang lain "(HR. Ibnu Majah dan Daraqutni )
" Semua yang memabukkan adalah khamar
dan semua khamar adalah haram "(HR. Muslim dari Ibnu Umar ).
3.
Kaidah
Fiqhiyah :
“Attasharruful Imami ‘Alar Ra’yati Manuuthun Bil Mashlahati
(Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan pada kemashlatan).
" Kemudratan itu harus dihilangkan
"
"Mencegah mafsadat ( kerusakan )
lebih didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan dengan memohon petunjuk
Allah SWT serta rida-Nya."
- Aspek Hukum
- Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 4, Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 5, Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya.
Pasal 7, Pemerintah bertugas menyelenggarakan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Pasal 8, Pemerintah bertugas menggerakkan peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan
memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang
kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 32, (4) Pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu.
Pasal 65, (2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan.
Pasal 66, (1) Pemerintah mengembangkan, membina,
dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara, yang
dijadikan landasan setiap penyerlenggaraan pemeliharaan kesehatan yang
pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berasaskan usaha bersama dan
kekeluargaan. (2) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara
terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib dilaksanakan oleh
setiap penyelenggara.
Pasal 71, (1) Masyarakat memiliki kesempatan
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber
dayanya. (2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat
yang bergerak di bidang kesehatan agar dapat lebih berdayaguna dan
berhasilguna.
Dalam pasal-pasal UU ini menyatur tentang
hak setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, peran
serta masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan. Selain juga mengatur
tanggungjawab pemerintah dalam memfasilitasi
peningkatkan derajat kesehatan, memberikan pengobatan dan perawatan
dengan tenaga kesehatan yang kompeten, serta menggerakkan swadaya masyarakat
jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
- Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
Pasal 9, Hak Hidup : (1) Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin, (3) Setiap orang berhak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat.
Pasal 10, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan
Keturunan ; (1) Setiap orang
berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah. (2) Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas
calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 11, Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk
tumbuh dan berkembang secara layak.
Pasal 12, Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan
pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan
kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung
jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
Pasal 17, Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh
keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara
pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan
yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin
pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.
Pasal 38, (1) Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan
kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak. (2) Setiap orang berhak dengan
bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat
ketenagakerjaan.
Pasal 41, (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. (2)
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan
anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Pasal-pasal
UU No 39 tahun 1999,
mengatur tentang hak setiap manusia untuk hidup layak, berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan diri dan
jaminan sosial dan perlindungan dari diskriminasi. Pasal-pasal
tersebut sangat terkait dengan hak hidup dan perlindungan dari
diskriminasi orang dengan HIV & AIDS
(ODHA) dan orang hidup dengan HIV & AIDS/terdampak HIV (OHIDHA).
- Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Pasal 2, Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi : non diskriminasi; kepentingan
yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Pasal 3, Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Pasal 8, Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 44, (1). Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan penyelenggarakan
upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh
derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. (2). Penyediaan fasilitas
dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat. (3). Upaya kesehatan yang
komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar
maupun rujukan. (4). Upaya kesehatan
yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara
cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.
Pasal
59, Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal-pasal dari UU 23/2003 ini lebih banyak
mengatur tentang 4 prinsip hak anak, jaminan kesehatan untuk anak mulai dari
layanan kesehatan yang komprehensif sampai pada penyediaan fasilitas dalam
memberikan perlindungan khusus pada anak dalam situasi khusus, tereksploitasi
ekonomi dan seksual, perdagangan serta bahaya penyalahgunaan NAPZA.
- Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),
Pasal 5, Setiap
orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a.kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c.kekerasan seksual; atau, d.penelantaran rumah tangga.
a.kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c.kekerasan seksual; atau, d.penelantaran rumah tangga.
Pasal 8, Kekerasan seksual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi : (a) pemaksaan hubungan
seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut; (b)pemaksaan hubungan seksual terhadap
salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
Dalam Pasal-Pasal di UU no 23/ 2004 tentang KDRT, mengatur tentang
tidak bolehnya salah satu anggota keluarga untuk melakukan kekerasan seksual
pada pasangannya, setiap pasangan berhak untuk mendapatkan informasi dari
pasangnya terkait kondisinya dan tidak saling menyakiti yang dapat merugikan
salah satu pihak. Pasal-pasal tersebut bisa jadi pedoman bagi keluarga yang
salah satu pasangannya positif HIV, serta untuk memberikan perlindungan pada
pasangan ODHA dan anaknya.
5. Undang-Undang
No 29 tahun 2004 tentang Praktek Dokter
Pasal
36, Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal
37, (1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dilaksanakan.
Pasal
39, Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara
dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
Pasal
44, (1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal
45, (1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap. (3)
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup : a.
diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang
dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi; dan e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (4)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis
yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Pasal
46, (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis, (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan, (3)
Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan,
Pasal
47, (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pasal
48, (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran. (2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya
untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
Pasal
51, Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban
:
a.memberikan pelayanan
medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b.merujuk pasien ke
dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih
baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c.merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia;
d.melakukan pertolongan
darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang
bertugas dan mampu melakukannya; dan
e.menambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 52, Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai hak:
a. mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis
Dalam pasal-pasal dalam UU 29 tahun 2004
ini lebih banyak mengatur tentang tenaga medis terkait dengan aturan pelayanan
dan praktik kedokteran. Point-point dalam pasal ini dapat memberikan jaminan
pada masyarakat bahwa tidak semua petugas kesehatan dapat melakukan pelayanan
dan praktik kedokteran tanpa ada ijin, hal tersebut akan menjamin dari kualitas
layanan dan praktek yang akan dilakukan. Selain juga kewajiban dari tenaga
kesehatan untuk menjaga kerahasian rekaman medis dan segala sesuatu terkait
pasien sampai setelah meninggal dunia.
- Peraturan Presiden No. 75 tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS,
Isi dari peraturan Presiden ini adalah mengatur
tentang pembentukan, kedudukan, tugas, organisasi, keanggotaan, pembentukan KPA
Daerah, tata kerja, pembiayaan dari komisi penanggulangan AIDS Nasional.
- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.68/MEN/2004 tentang pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS
Pasal
4, (1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap program
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja. (2)
Pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh baik sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja. (3) Dalam melaksanakan upaya
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga atau ahli
dibidang HIV/AIDS.
Pasal 5.
(1) Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan
sebagai prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh
atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
Pasal 6, Informasi yang diperoleh
dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan lainnya
harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekan medis.
Surat keputusan menteri tenaga kerja ini
mengatur tentang program penanggulangan HIV & AIDS ditempat kerja, termasuk
juga larangan memasukkan syarat test HIV sebagai salah satu syarat di proses
rekrutmen pekerja/buruh dan dijaganya kerahasiaan status HIV pekerja/buruh.
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No 567/MENKES/SK/VIII/2006 tentang Pedoman pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA)
Keputusan menteri kesehatan ini mengatur
tentang program pengurangan dampak buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif (NAPZA) yaitu 12 prinsip pelaksanaan pengurangan dampak buruk NAPZA,
mulai dari program penjangkauan dan pendampingan, program komunikasi, program
penilaian pengurangan resiko, Program konseling dan tes HIV sukarela, program
penyucihamaan, program penggunaan jarum suntik sterill, Program pemusnahan
jarum suntik bekas, program layanan terapi ketergantungan NAPZA, program terapi
substitusi, program perawatan dan pengobatan HIV, Program pendidik teman
sebaya, program layanan kesehatan dasar dan pengorganisasian (pelaksana, Monev
dan laporan).
- Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No. 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan dampak buruk Penggunaan Nartika, Psikotropika dan zat adiktif suntik,
Pasal
4, S a s a r a n. Sasaran dalam Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza
Suntik, adalah :
a. menjangkau
dan melayani penasun sedikitnya 80% pada tahun 2010 dan dilaksanakan secara
bertahap;
b. menyediakan
paket komprehensif pencegahan, pengobatan, dan perawatan untuk menjamin
perawatan berkelanjutan;
c. menyediakan
akses pengobatan yang terjangkau oleh seluruh penasun;
d. menyediakan
kegiatan layanan Pengurangan Dampak Buruk penggunaan Napza Suntik di unit
pelayanan pemerintah termasuk di LAPAS, RUTAN dan unit pelayanan non pemerintah
di seluruh Indonesia;
e.
mengembangkan upaya pembinaan dengan merujuk
penasun dari sistem hukum pidana ke perawatan dan pengobatan dengan asas
praduga tak bersalah.
Pasal 6, (5) Pengurangan Dampak
Buruk Penggunaan Napza Suntik dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan dalam hal
pelayanan teknis kesehatan, Kepolisian Negara RI/Badan Narkotika Nasional
melindungi secara hukum kegiatan pelayanan, dapat merujuk penasun ke layanan kesehatan,
serta didukung oleh Departemen Hukum dan HAM, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Komisi Perlindungan
Anak, serta instansi lainnya yang terkait dibawah koordinasi KPA Nasional.
C. Ketentuan
Pelaksanaan
1. Kriteria Pasien bagi setiap orang yang
memenuhi salah satu dari kriteria dibawah ini ditetapkan sebagai pasien dan
perlu mendapatkan pengobatan.
a.Kriteria 1: Setiap orang yang ada di
masyarakat (1) Dibawa keluarga atau datang sendiri atau dijangkau oleh petugas
lapangan/ kesehatan dengan riwayat memakai napza suntik, dan (2) Dibuktikan
oleh pemeriksaan dokter atau tenaga kesehatan terlatih ditemukannya tanda-tanda
gangguan mediko psikososial sebagai akibat penggunaan napza suntik, serta
diberi tanda pengenal (ID card).
b.Kriteria 2: Setiap orang yang dirujuk oleh
aparat penegak hukum untuk mendapatkan pengobatan perawatan kesehatan.
c.Kriteria 3: Setiap orang yang telah
mempunyai identitas (ID card) sebagai pasien yang sedang mengikuti program
jarum suntik steril.
d.Kriteria 4: Setiap orang yang sedang
menjalani hukuman di Lapas khusus narkotika maupun Lapas umum yang ditetapkan
oleh dokter penanggung jawab.
e.Penasun yang ada di Lapas dan Rutan.
2. Paket layanan
lengkap pengurangan dampak buruk pada penasun adalah layanan yang harus
diberikan dan diperoleh/mendukung layanan penasun. Paket layanan lengkap
pengurangan dampak buruk napza suntik meliputi 12 program layanan yang bisa
berbasis institusi layanan kesehatan maupun masyarakat:
2.1 Penjangkauan dan Pendampingan
2.2 Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
2.3 Pendidikan Sebaya
2.4 Konseling Perubahan Perilaku
2.5
Konseling dan Testing HIV Sukarela (Volluntary Counselling and Testing /
VCT)
2.6 Program Penyucihamaan
2.7 Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril
2.8 Pemusnahan Peralatan Suntik Bekas
2.9 Layanan Terapi Pemulihan Ketergantungan Narkoba
2.10 Program Terapi Rumatan Metadon
2.11 Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (Care, Support,Treatment
/ CST)
2.12 Pelayanan Kesehatan Dasar
3. Ketentuan Layanan
Jarum Alat Suntik Steril LJASS sebagai pendekatan aktif di lapangan berlaku
secara individual, bersifat lokal, dan dijalankan dalam kurun waktu tertentu
paling lama 2 (dua) tahun. Secara periodik dalam kurun waktu setiap 6 bulan
melalui pengawasan aspek mediko psikososial dan bila perlu dilanjutkan dengan. program
terapi dan pemulihan ketrg napza yang dilaksanakan berdasarkan petunjuk
pelaksanaan atau SOP yang jelas.
a.Wilayah yang ditunjuk
sebagai tempat pelaksanaan LJASS akan ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan.
b.Pelaksana kegiatan
LJASS dan tata cara pelaksanaan ditetapkan lebih lanjut dalam petunjuk teknis
dari Menteri Kesehatan.
c.Pelaksanaan kegiatan
LJASS dilakukan dengan pengawasan dan supervisi ketat dari pihak-pihak terkait
dibawah koordinasi KPA Nasional.
d.Seluruh pelaksanaan
kegiatan LJASS, dilakukan dalam suatu sistim monitoring dan evaluasi yang baku
dan sistematis.
4.LayananTerapi Rumatan
Metadon atau yang dikenal dengan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah
terapi substitusi opiat dengan metadon yang diminum dengan ketentuan sebagai
berikut:
a.Kriteria pemberian
layanan terapi rumatan metadon ditetapkan dengan standar operasional prosedur
(SOP) oleh Menteri Kesehatan bagi pasien di masyarakat dan di Lapas/Rutan.
b.Wilayah yang ditunjuk
sebagai tempat pelaksanaan layanan terapi rumatan metadon akan ditetapkan dalam
Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
c.Pelaksana kegiatan layanan terapi rumatan
metadon dan tata cara pelaksanaan ditetapkan lebih lanjut dalam petunjuk teknis
dari Menteri Kesehatan.
d.Pelaksanaan kegiatan
layanan terapi rumatan metadon dilakukan dengan pengawasan dan supervisi ketat
dari pihak-pihak terkait dibawah koordinasi KPA Nasional.
e.Seluruh pelaksanaan
kegiatan layanan terapi rumatan metadon, dilakukan dalam suatu sistim
monitoring dan evaluasi yang baku dan sistematis.
Kemenkokesra ini lebih
mengatur program pengurangan dampak buruk Napza suntik, baik yang ada di
masyarakat, maupun di LP, LAPAS, dan Rutan. Serta lebih merinci ada saja
program yang akan dilakukan di kelompok NAPZA suntik dengan 12 prinsip program
pengurangan dampak penggunaan NAPZA suntik.
- Peraturan daerah Propinsi Jawa Timur No 5 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di Jawa Timur
Pasal 3, (3) Dalam rangka penanggulangan penyebarluasan
HIV/AIDS di Propinsi Jawa Timur, Pemerintah Propinsi dan masyarakat Jawa Timur
berkewajiban untuk : c. Melaksanakan penanggulangan. Penyakit Menular
Seksual (PMS) secara terpadu dan berkala di tempat-tempat perilaku
beresiko tinggi, temasuk didalamnya keharusan pengunaan kondom 100%.
Perda ini merupakan satu-satunya aturan hukum
ditingkat daerah yang lebih banyak mengatur tentang kegiatan penanggulangan HIV
di propinsi Jawa Timur. Oleh karena yang membuat Perda adalah propinsi maka
poin-poin yang muncul lebih pada pengaturan secara garis besar saja, sehingga
masing perlu aturan yang lebih kontekstual sesuai potensi yang ada di daerah.
Dalam perda ini yang perlu kita pakai sebagai acuan adalah pengaturan
penggunaan kondom 100% di tempat-tempat perilaku beresiko.
- Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 48 tahun 2004 tentang petunjuk pelaksana Perda Propinsi Jawa Timur No 5 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS di Jawa Timur
Keputusan Gubernur merupakan petunjuk pelaksana
dari Perda no 5 tahun 2004 yang poin-poin dari keputusan Gubernur adalah lebih
pada pengaturan layanan kesehatan yang ada dalam program penanggulangan HIV
serta pada tahapan pelaksanaannya.
c. Aspek Psiko-Sosial
1. Mobilitas penduduk (migrasi,
urbanisasi) mempunyai dampak pada potensi perilaku yang beresiko tertular HIV
dan memperluas epidemi HIV.
2. Adanya
stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat.
Penderita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan kehangatan pergaulan
sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada
akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Sebagian mengalami keretakan rumah
tangga sampai perceraian. Jumlah anak yatim dan piatu akan bertambah yang akan
menimbulkan masalah tersendiri. Oleh sebab itu keterbukaan dan hilangnya stigma
dan diskriminasi sangat perlu mendapat perhatian dimasa mendatang.
3. Terdapat benturan kepentingan
antara pemerintah dengan komunitas masyarakat lokalisasi, bahwa sudah ada Perda
terkait dengan pelarangan tempat-tempat
Pelacuran tetapi riil lokalisasi
masih beroperasi. Hal ini menimbulkan ketegangan opini maupun tindakan di
masyarakat. Masyarakat pada satu sisi menginginkan adanya penutupan dan pembersihan
semua tempat prostitusi sedangkan sisi lainnya menginginkan lokalisasi masih
tetap dibuka sebagai sumber mata pencaharian hidup.
4. Penutupan tempat prostitusi pada dasarnya
kebijakan yang kurang tepat. Kekurang tepatan tersebut akibat dari tunggalnya sudut
pandang terhadap komponen prostitusi, yaitu hanya para PSK, yang notabene para
perempuan. Padahal sedikitnya ada empat komponen yang melingkupi prostitusi,
yaitu para penjaja seks/PSK, pengguna seks, penyedia fasilitas dan orang yang
melindungi praktek prostitusi. Selain itu sesungguhnya bisnis prostitusi juga
menganut hukum ekonomi, dimana adanya penawaran adalah akibat dari adanya
permintaan.
5. Meningkatnya jumlah pengguna
narkoba suntik (Penasun) di Kabupaten Pasuruan diperkirakan ada 100 orang
penasun. Permasalahan yang muncul kemudian adalah adanya ketidak pedulian
penasun akan bahaya tertular HIV&AIDS dan penggunaan jarum suntik secara
bersama-sama.
6. Pada Narapidana muncul masalah
berupa perilaku yang beresiko dalam LP seperti hubungan seks dan pengunaan
jarum suntik bersama-sama yang berdampak pada semakin mudahnya penularan IMS & HIV dan AIDS. Data HIV (+) pada
pelaksanaan Sero Survei Rutan Bangil 2009 sebayak 2 orang, data dari hasil razia PSK jalanan tahun 2009 ditemukan 2 positif
HIV
7. Bagi Orang dengan HIV &
AIDS jika tidak ditangani secara komprehensif akan mempunyai dampak psikologis
yang akan memunculkan berbagai macam bentuk perilaku ikutan yang negatif dan
destruktif (dendam, vandalis) karena status HIV Positifnya sehingga dapat
merugikan atau menyebarkan pada masyarakat secara luas.
8. Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV &
AIDS memerlukan keterlibatan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif di semua lini kehidupan masyarakat.
9. Masih belum maksimalnya pelibatan ODHA dalam
pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS mulai dari tingkat penyusunan
kebijakan sampai pada monitoring dan evaluasi. Hal ini menyebabkan masih
kuatnya asumsi bahwa ODHA hanya sebagai obyek dari kebijakan.
10. Masih kuatnya norma dan perilaku sosial
masyarakat yang menghambat terhadap pencegahan dan penanggulangan HIV&AIDS
(ketidaksukaan banyak kalangan terhadap kampanye penggunaan kondom untuk save
seks dan paradigma membicarakan seks itu tabu),
11. Kemiskinan dan rendahnya tingkat
pendidikan merupakan faktor pemicu perilaku beresiko dan penghambat upaya
penanggulangan HIV & AIDS.
d. Aspek Ekonomi.
1. Perkembangan
ekonomi akan tertahan apabila epidemi HIV menyebabkan kemiskinan bagi para penderitanya
sehingga meningkatkan kesenjangan yang kemudian menimbulkan lebih banyak lagi
keadaan yang tidak stabil.
2. Meskipun
kemiskinan adalah faktor yang paling jelas dalam menimbulkan keadaan resiko
tinggi dan memaksa banyak orang ke dalam perilaku yang beresiko tinggi,
kebalikannya dapat pula berlaku
pendapatan yang berlebih, terutama di luar pengetahuan keluarga dan
komunitas dapat pula menimbulkan resiko
yang sama. Pendapatan yang besar (umumnya tersedia bagi pekerja terampil pada
pekerjaan yang profesional) membuka kesempatan bagi individu untuk melakukan
perilaku resiko tinggi yang sama: bepergian jauh dari rumah, pasangan seks yang
banyak, berhubungan dengan PS, obat terlarang, minuman keras, dan lainnya.
3. Mengingat bahwa HIV dan AIDS lebih banyak
menjangkiti orang muda dan mereka yang
berada pada umur produktif utama ( 94 % pada kelompok usia 19 sampai 45 tahun).
Epidem HIV dan AIDS akan meningkatkan terjadinya kemiskinan dan
ketidakseimbangan ekonomi.
4. Menurunnya produktifitas ODHA akan
berdampak pada kualitas hidup ODHA dan
keluarga, hal tersebut akan juga mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional.
5. Perlunya pemberdayaan ekonomi ODHA dan
kelompok resiko yang dilakukan oleh sektor swasta dan pemerintah melalui proses
pembekalan ketrampilan hidup ( life skill ) untuk meningkatkan produktifitas sesuai
dengan kemampuan dan potensi yang ada.
6. 80 persen perempuan yang menjadi PSK
akibat masalah ekonomi. Bagi mereka, menjual jasa seksual adalah sebuah
pekerjaan, agar bisa makan, dan bila ada sisa bisa untuk membiayai sekolah
anak-anaknya dan mempunyai tanggungan hidup keluarga mereka di rumah ( anak,
orangtua dll ).
7. Sebagian besar dari kelompok resiko tinggi
mempunyai tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah dan sebagian lagi dari
mereka tidak mempunyai kemampuan baca serta tulis sehingga ini menyulitkan bagi
mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
e. Aspek Kesehatan
1.
Tingginya tingkat penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok resiko manapun
berarti bahwa semakin banyak orang menjadi sakit, dan membutuhkan jasa
pelayanan kesehatan. Perkembangan penyakit yang lamban dari infeksi HIV berarti
bahwa pasien sedikit demi sedikit menjadi lebih sakit dalam jangka waktu yang
panjang, membutuhkan semakin banyak perawatan kesehatan. Biaya langsung dari
perawatan kesehatan tersebut semakin lama akan menjadi semakin besar.
Diperhitungkan juga adalah waktu yang dihabiskan oleh anggota keluarga untuk
merawat pasien, dan tidak dapat melakukan aktivitas yang produktif. Waktu dan
sumber daya yang diberikan untuk merawat pasien HIV dan AIDS sedikit demi
sedikit dapat mempengaruhi program lainnya dan menghabiskan sumber daya untuk
aktivitas kesehatan lainnya.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh John Kaldor dkk pada tahun 2005
memprediksi bahwa pada tahun 2010, bila upaya penanggulangan tidak ditingkatkan
maka 6% tempat tidur rumah sakit akan digunakan oleh penderita AIDS dan di
Papua mencapai 14% dan pada tahun 2025 angka – angka tersebut akan menjadi 11%
dan 29%. Meningkatnya jumlah penderita AIDS berarti meningkatnya kebutuhan ARV.
3.
Rusaknya sistem kekebalan tubuh telah memperparah masalah kesehatan
masyarakat yang sebelumnya telah ada yaitu tuberkulosis. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa kejadian TB telah meningkat secara nyata di antara kasus HIV.
TB masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia dimana setiap tahunnya ditemukan lebih dari 300.000 kasus baru, maka
perawatan untuk kedua jenis penyakit ini harus dilakukan secara bersamaan.
4.
Setiap orang berhak hidup sehat
(right based), maka negara berkewajiban untuk memenuhinya bagi setiap
warga negara. Tekait dengan epidemi HIV dan AIDS, setiap warga negara berhak
mendapatkan akses informasi yang benar tentang HIV dan AIDS termasuk akses
layanannya.
5.
HIV dan AIDS adalah masalah
pada bidang kesehatan yang memerlukan penanganan yang komprehensif dari para
tenaga kesehatan berdasarkan pada asas non diskriminasi .
6.
Kondisi ekonomi dan rendahnya
tingkat pendidikan kelompok resiko, membutuhkan layanan kesehatan yang murah,
mudah dan berkesinambungan,
7.
Bentuk layanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh ODHA, antara lain:
a. Pelayanan promotif :
b. Pelayanan Preventif :
c. Pelayanan Kuratif :
d. Pelayanan Rehabilitatif
B. Tujuan Penyusunan Naskah Kajian Raperda
Penanggulangan HIV & AIDS :
- Menggali dasar-dasar filosofi dan kerangka pembentukan Peraturan daerah tentang penanggulangan HIV dan AIDS,
- Memberikan argumentasi tentang urgensi dan kerangka pembentukan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan HIV
- Membuat point-point subtansi dari Raperda guna mendapatkan masukan dari stakeholder agar Perda Aplikatif dan efektif dilaksanakan
BAB II
MATERI DAN RUANG LINGKUP
A. Ketentuan Umum
Untuk
memberikan kesamaan pemahaman atas materi yang diatur dalam raperda ini, maka
dirumuskan pengertian beberapa istilah sebagai berikut :
1)
Daerah adalah
Kabupaten Pasuruan
2)
Pemerintah Daerah
adalah Pemerintah Kabupaten Pasuruan
3)
Kepala Daerah adalah
Bupati Pasuruan
4)
Komisi Penanggulangan
AIDS selanjutnya disingkat KPA adalah Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Pasuruan
5)
Infeksi Menular
Seksual selanjutnya disingkat IMS adalah penyakit dan atau gejala penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual
6)
Human Immunodefeciency
Virus yang selanjutnya disingkat HIV merupakan virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia
7)
Acquires Immuno
Defeciency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh HIV,
8)
Orang dengan HIV dan
AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV
baik pada tahap belum ada gejala maupun yang sudah ada gejala,
9)
Orang hidup dengan HIV
dan AIDS yang selanjutnya disingkat OHIDA adalah orang yang terdampak langsung
dengan ODHA atau orang yang hidup dengan ODHA,
10)
Penanggulangan adalah
serangkaian upaya menekan laju penularan HIV dan AIDS melalui kegiatan kampanye
dan atau promosi, pencegahan, perawatan,
pengobatan, dan dukungan terhadap orang dengan HIV dan AIDS
11)
Kampanye dan atau
promosi adalah serangkaian kegiatan untuk mengenalkan segala sesuatu tentang
HIV dan AIDS kepada masyarakat
12)
Pencegahan adalah
upaya memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS di masyarakat, terutama
kelompok beresiko tinggi tertular dan menularkan HIV dan AIDS seperti pengguna
narkoba jarum suntik dan alat-alat kedokteran, pisau cukur, jarum tato yang
tidak steril, penjaja seks dan pelanggan atau pasangannya, laki-laki yang
berhubungan seks dengan laki-laki, warga binaan di lembaga pemasyarakatan dan
rumah tahanan, ibu yang telah terinfeksi HIV ke bayi yang dikandungnya,
penerima darah (darah donor), penerima organ atau jaringan tubuh donor,
13) Perawatan dan pengobatan
adalah upaya dan pelayanan tenaga medis untuk meningkatkan derajat kesehatan
ODHA,
14) Dukungan adalah upaya-upaya
yang diberikan untuk mensupport ODHA dan OHIDA baik dari keluarga, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup,
15) Voluntary Counseling and
Testing yang selanjutnya disebut VCT adalah tes HIV yang dilakukan secara
sukarela atau dengan persetujuan klien dan hasilnya harus bersifat rahasia
serta wajib disertai konseling sebelum dan sesudah tes,
16) Skrining HIV adalah tes HIV
anonim (tanpa identitas) yang dilakukan pada sampel darah, produk darah,
jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan,
17) Surveilans HIV atau
sero-surveilans HIV adalah kegiatan pengumpulan data tentang infeksi HIV yang
dilakukan secara berkala, guna memperoleh informasi tentang besaran masalah,
sebaran dan kecenderungan penularan HIV dan AIDS untuk perumusan kebijakan dan
kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dimana tes HIV dilakukan secara unlinked
anonymous (tanpa diketahui identitasnya)
18) Surveilans perilaku adalah
kegiatan pengumpulan data tentang perilaku yang berkaitan dengan masalah HIV
dan AIDS, serta dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang
besaran masalah untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan HIV dan
AIDS
19) Konselor adalah seseorang yang
memiliki kompetensi dan pengakuan untuk melaksanakan percakapan yang efektif
sehingga bisa tercapai pencegahan, perubahan perilaku dan dukungan emosi pada
konseli/klien,
20) Manajer kasus yang selanjutnya
disingkat MK adalah tenaga yang mendampingi, dan melakukan pemberdayaan
terhadap ODHA,
21) Pekerja Penjangkau atau
Pendamping adalah tenaga yang langsung bekerja di masyarakat dan khususnya
melakukan pendampingan terhadap kelompok rawan berperilaku risiko tertular
HIV,
22) Stigmatisasi adalah pelekatan suatu nilai yang dianggap dimiliki
secara permanen oleh suatu kelompok atau komunitas tanpa melihat keragaman dan
dinamika di antara anggota-anggotanya.
23) Diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan
politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya (Pasal 1 ayat (3), Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia),
24) Perilaku seksual tidak aman
adalah perilaku berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom.
25) Kondom adalah sarung karet
(Iateks) yang pada penggunaannya dipasang pada alat kelamin laki-laki atau pada
perempuan pada waktu melakukan hubungan seksual dengan maksud untuk mencegah
penularan penyakit akibat hubungan seksual maupun pencegahan kehamilan.
26) Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya yang selanjutnya disingkat Napza adalah obat-obatan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
27) Harm Reduction adalah
pengurangan dampak buruk pada pengguna narkoba suntik, sesuai dalam Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No :
02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tentang kebijakan nasional penanggulangan HIV dan
AIDS melalui pengurangan dampak buruk penggunaan narkotika, psikotropika dan
zat adiktif (NAPZA) suntik,
28) IDU (Injection Drug User)
adalah pengguna narkoba suntik (Penasun),
29) Obat Anti Retro Viral (ARV)
adalah obat-obatan yang dapat menekan perkembangan HIV dalam tubuh ODHA,
30) Obat Profilaksis adalah obat-obatan yang diberikan
untuk mencegah dan mengobati infeksi opportunistik yang muncul pada diri ODHA.
31) LSM ( lembaga swadaya
masyarakat) adalah lembaga non pemerintah
yang menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS,
- Azas dan Prinsip
Dalam pengaturan upaya Penanggulangan HIV dan AIDS
diselenggarakan berdasarkan azas dan prinsip sebagai berikut :
1)
Kemanusiaan : bahwa dalam melakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus mengedepankan
nilai-nilai kemanusian serta menghormati harkat dan martabat manusia, yang
terbebas dari diskriminasi dan stigmatisasi,
2) Keadilan : distribusi peran dan manfaat
yang diatur oleh konsep persamaan (equality) dan timbal balik,
3) Kesetaraan gender : dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS tidak membedakan
jenis kelamin,
4) Partisipatif : dalam pelaksanaan
penanggulangan HIV dan AIDS harus melibatkan semua komponen dalam
masyarakat,
5) Terbuka, seluruh informasi yang terkait
program dan epidemi HIV bisa diakses publik,
Keberhasilan dalam melakukan penanggulangan HIV
membutuhkan serangkaian tindakan yang tegas, nyata, spesifik, sinergis dan
berkelanjutan. Untuk itu kebijakan penting dan tindakan programatis harus
berlandaskan pada beberapa prinsip :
a) Sebagai dasar fundamentalnya,
semua upaya/program penanggulangan HIV harus mendorong, melindungi, dan
menghormati hak-hak azasi manusia, termasuk kesetaraan jender,
b) Program-program penanggulangan
HIV harus dibedakan dan secara lokasi disesuikan dengan konteks budaya, sosial,
ekonomi, dan epidemiologi yang relevan dimana program-program itu
diimplementasikan,
c) Tindakan-tindakan
penanggulangan HIV harus berbasis bukti, berdasarkan atas apa yang dikenal dan
terbukti efektif dan investasi untuk mengembangkan dasar-dasar bukti hendaknya
diperkuat,
d) Program-program penanggulangan
HIV harus bersifat menyeluruh cakupannya, dengan menggunakan serangkaian
kebijakan dan intervensi yang diketahui efektif,
e) Partisipasi masyarakat dari
mereka yang menjadi sasaran program penanggulangan HIV yang direncanakan sangat
penting demi terciptanya tujuan yang diinginkan,
- Tujuan
Penyusunan
peraturan daerah tentang penanggulangan HIV, ini bertujuan :
1)
Mencegah
dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mengurangi
dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan
masyarakat.
2)
Menyediakan
dan menyebarluaskan informasi dan menciptakan suasana kondusif untuk mendukung
upaya penanggulangan HIV dan AIDS,
3)
Menyediakan
dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan, pengobatan, dan dukungan kepada ODHA
yang terintegrasi dengan upaya pencegahan.
4)
Meningkatkan
peran serta remaja, perempuan, laki-laki, keluarga dan masyarakat umum termasuk
ODHA dalam berbagai upaya penanggulangan HIV dan AIDS,
5)
Mengatur
dan mengendalikan keberadaan tempat-tempat yang menjadi potensi penularan HIV,
6)
Mengembangkan
dan meningkatkan kemitraan serta keterlibatan antara lembaga pemerintah, LSM,
sektor swasta dan dunia usaha, organisasi profesi, dan mitra internasional di daerah untuk meningkatkan respons
pemerintah daerah terhadap HIV dan AIDS,
- Hak dan Kewajiban
- Pemerintah Kabupaten berwenang :
1. Melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan penularan HIV dan AIDS,
2. Menerbitkan surat keputusan
Bupati tentang pelaksanaan Perda Penanggulangan HIV & AIDS, dengan tetap
memperhatikan azas dan prinsip yang dalam Perda,
3. Menerbitkan surat keputusan
Bupati terkait dengan pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS,
4. Memfasilitasi pembuatan
rencana strategi (renstra) 3 tahun kedepan dari Komisi Penanggulangan AIDS,
5. Mengatur dan mengendalikan
ijin usaha/operasional tempat hiburan (Cafe, diskotik, hotel, dan Pantipijat),
dengan menerbitkan aturan ijin usaha sesuai aturan yang berlaku,
6. Memfasilitasi pemberian
bantuan/kompensasi usaha pada keluarga orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), dan
kelompok resiko tinggi (Pekerja Seks, IDU, Waria),
7. Memfasilitasi pelayanan
kesehatan murah pada kelompok resiko tinggi tertular HIV,
8. Memberikan sanksi atas
pelanggaran dalam pasal-pasal Perda Penanggulangan HIV,
9. Memfasilitasi pengadaan layanan pencegahan
pada : pemakai narkoba suntik ; pencegahan dari ibu hamil yang positif HIV
kepada bayi yang dikandungnya ; pemeriksaan IMS, VCT
dan CST dengan kualitas baik dan biaya terjangkau ; Surveilans IMS, HIV dan
perubahan perilaku pada kelompok resti ; pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan
kasus-kasus HIV dan AIDS ; Keperluan Kampanye tentang pencegahan HIV dan AIDS
kepada masyarakat luas,
10. Memfasilitasi upaya mengkampanyekan bahaya
penularan HIV dengan mengintegrasikan tupoksi pada masing-masing instansi
terkait,
- KPA berwenang:
1. Mengkoordinasikan dan
mensinergikan setiap kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan oleh
Dinas terkait, LSM, Organisasi kemasyarakat dan agama, lembaga dari LN serta
setiap Warga Negara Indonesia dan Asing,
2.
Memberikan informasi
tentang HIV & AIDS yang benar serta menyediakan data HIV dan AIDS,
3.
Membina kelompok kerja
(Pokja) Penanggulangan HIV yang sudah dibentuk oleh masyarakat atau LSM,
4.
Menyediakan laporan
perkembangan epidemic HIV & AIDS pada masyarakat dengan di update tiap tri bulan,
- LSM (Hak dan Kewajiban) :
1. Melakukan penjangkauan dan
pendamping pada kelompok resiko tinggi
( IDU, PSK, Waria, klien) dalam upaya
pencegahan penularan HIV,
2. Melakukan intervensi perubahan
perilaku pada kelompok resiko tinggi dengan sosialisasi seks aman dan penukaran
jarum suntik steriil, yang semata-mata hanya untuk pencegahan penularan HIV,
3. Melakukan rujukan layanan
pemeriksaan IMS, VCT dan CST pada kelompok resiko tinggi,
4. Mendapatkan dukungan dari
semua stakeholder di Kabupaten Pasuruan dalam upaya penanggulangan HIV &
AIDS,
- ODHA (Hak dan Kewajiban ):
1. Mendapatkan perlindungan dari
stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat,
2. Mendapatkan bantuan
pemberdayaan ekonomi dari pemerintah, masyarakat,
3. Mendapatkan layanan kesehatan
dan terapi pengobatan sesuai dengan prosedur yang ada,
4. Tidak melakukan penularan HIV
dengan berperilaku beresiko (Seks tidak aman, dan menggunakan jarum suntik
bergantian, serta perilaku lain yang menyebab penularan HIV),
5. Wajib melindungi pasangan seksualnya
dengan melakukan upaya pencegahan dengan menggunakan kondom pada saat melakukan
hubungan seksual,
6. Dilarang mendonorkan darah, produk darah,
cairan sperma, organ dan atau jaringan tubuhnya kepada orang lain,
7. Bagi perempuan yang mengetahui
dirinya terinfeksi HIV bila ingin hamil, wajib mengikuti program untuk
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, agar bayinya terhindar dari HIV,
- Pemilik tempat hiburan :
1. Wajib mendukung upaya
penanggulangan HIV dengan menyediakan waktu untuk menerima sosialisasi tentang
bahaya penularan HIV, serta tempat media KIE untuk sosialisasi pada pengunjung,
2. Wajib mengikutsertakan semua
staffnya dalam pemeriksaan IMS, dan VCT yang dilakukan dinas kesehatan atas
kerjasama dengan LSM, dalam upaya pengendalian penularan IMS dan HIV,
3. Wajib melakukan pengurusan
ijin usaha/operasional sesuai dengan aturan yang ada, serta menjaga tempat hiburannya bebas dari
transaksi seks yang tidak aman dan narkoba,
- Masyarakat Umum :
Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam
kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara :
1.
Berperilaku hidup
sehat ;
2.
Meningkatkan ketahanan
keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS ;
3.
Tidak melakukan
diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA ;
4.
Menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi ODHA dan keluarganya ;
5.
Terlibat dalam
kegiatan kampanye, pencegahan, tes dan kerahasiaan, pengobatan, serta perawatan
dan dukungan.
- Badan Pelaksana
Untuk mengefektifkan dalam
implementasi Perda maka diperlukan pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS,
terutama untuk melaksanakan koordinasi, pengawasan, harmonisasi, sinkronisasi,
monitoring, dan evalausi terhadap kegiatan penanggulangan HIV di Kabupaten Pasuruan.
- Penyidik adalah :
a. Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Pemerintah Kabupaten diberi wewenang melaksanakan penyidikan terhadap
pelanggaran ketentuan‑ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
b. Dalam melakukan penyelidikan, tim penyidik
dari PNS wajib melibatkan masyarakat yang kompenten dalam penanggulangan
HIV&AIDS,
- Sanksi :
·
Sebagai upaya pembinaan dan pengendalian penularan HIV, serta melindungi
masyarakat umum dari bahaya penularan HIV dengan tetap menjunjung tinggi
prinsip praduga tak bersalah.
·
Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam PERDA dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
BAB IV
PENUTUP
Penularan dan penyebaran HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku
beresiko, oleh karena itu penanggulangan harus memperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku tersebut. Bahwa kasus HIV dan AIDS diidap sebagian
besar oleh kelompok perilaku resiko tinggi yang merupakan kelompok yang
dimarginalkan, maka program-program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
memerlukan pertimbangan keagamaan, adat-istiadat dan norma-norma masyarakat
yang berlaku disamping pertimbangan kesehatan. Perlu adanya
program-program pencegahan HIV dan AIDS yang efektif dan memiliki jangkauan
layanan yang semakin luas dan program-program pengobatan, perawatan dan
dukungan yang komprehensif bagi ODHA maupun OHIDA untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Dengan latar belakang pemikiran tersebut, maka dalam penyusunan kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut:
- Penanggulangan HIV dan AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga;
- Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan.
- Penanggulangan HIV and AIDS diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV and AIDS;
- Pencegahan HIV dan AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat;
- Pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus rantai penularan HIV;
- Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza suntik melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan pada napza.
- Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada ODHA dan OHIDA.
- Perlunya pelibatan segenap lapisan masyarakat untuk mewujudkan partisipatif semua masyarakat dalam penanggulangan HIV & AIDS.